Sebuah satelit jadul yang telah rombeng selama bertahun-tahun di orbitnya, kini sedang dalam perjalanan terakhirnya untuk memasuki atmosfer Bumi dan hancur berkeping-keping akibat pemanasan oleh tekanan ram atmosfer. Namun satelit ini menimbulkan sebersit kekhawatiran karena banyak bagiannya yang tersusun oleh material tahan panas, sehingga diperkirakan 19 % diantaranya akan tetap bertahan dari kejamnya rezim pemanasan di atmosfer Bumi dan bakal jatuh menumbuk permukaan Bumi.
Satelit tersebut adalah satelit ROSAT, akronim dari Roentgen Satellite atau Satelit Roentgen, hasil kolaborasi Jerman, Inggris dan AS dalam ranah astrofisika. Satelit ROSAT sejatinya adalah teleskop ruang angkasa mirip Teleskop Hubble, namun bekerja pada spektrum sinar-X atau sinar Roentgen. Satelit ini bertulangpunggungkan teleskop sinar-X tipe Wolter yang bergaris tengah 84 cm dengan tambahan instrumen seperti Position Sensitive Proportional Counter (PSPC) bikinan Jerman, High Resolution Imager (HRI) buatan AS serta Extreme Ultraviolet (XUV) dan Wide Field Planetary Camera (WFPC) bikinan Inggris. Secara keseluruhan satelit ROSAT memiliki massa 2.400 kg dengan pengelolaan ditempatkan di bawah yurisdiksi German Aerospace Center. Satelit ini awalnya mengorbit Bumi pada ketinggian 580 km dengan inklinasi orbit 53 derajat terhadap khatulistiwa’. Satelit dirancang beroperasi selama 5 tahun saja dalam misi utamanya, namun dalam praktiknya ternyata mampu bertahan selama 8 tahun, sebelum kemudian rusak akibat paparan panas berlebihan dari Matahari yang disebabkan oleh kesalahan orientasi dalam posisi satelit tatkala dikendalikan dari Bumi.
Satelit ini meluncur menuju orbitnya pada 1 Juni 1990 dengan digendong roket Delta II dari landasan peluncuran Cape Canaveral, Florida (AS). Satelit ROSAT awalnya dirancang diluncurkan oleh pesawat antariksa ulang-alik, namun tragedi Challenger 1986 memaksanya diantarkan ke orbitnya dengan roket Delta. Konsekuensinya satelit tidak bisa diambil dan dikembalikan lagi ke Bumi dari orbitnya ketika misinya sudah usai. Padahal satelit ini,sebagai satelit jadul, tidak dilengkapi mekanisme tambahan yang membuatnya mampu bertahan di orbitnya dengan leluasa. Sebab sebagai satelit yang mengorbit di bawah ketinggian 800 sampai dengan 1.000 km, ROSAT sejatinya masih berada di dalam lapisan atmosfer Bumi khususnya lapisan teratas yang kepadatan udaranya sangat tipis, yakni lapisan termosfer (ionosfer). Meski udara di sini amat sangat tipis, namun gesekannya dengan satelit ROSAT dalam jangka panjang membuat orbit ROSAT secara perlahan-lahan berubah sehingga ketinggiannya makin menurun. Akibat ketiadaan mekanisme yang sama membuat penurunan ketinggian satelit ROSAT tidak dapat dikendalikan (uncontrolled re-entry).
Satelit ROSAT sebagaimana diabadikan astronom amatir Thierry Legault (Perancis) menggunakan teleskopnya, pada dua kesempatan berbeda. Sumber : Legault, 2011 dalam Spaceweather.com, 2011
Satelit ROSAT nampak sebagai kilatan cahaya saat difoto Vanderhoff dari Wyoming (AS0, 18 Oktober 2011. Sumber : Vanderhoff, 2011 dalam Spaceweather.com
Dengan inklinasi orbit 53 derajat, maka secara teoritis satelit ROSAT mengorbit Bumi di antara garis lintang 53 LU hingga 53 LS. Dengan demikian Indonesia selalu tercover dalam orbit ROSAT sehingga semula diestimasikan Indonesia menjadi salah satu kawasan yang berpotensi sebagai titik jatuh satelit ROSAT. Namun prediksi terakhir seperti diulas situs Heavens-Above.com memperlihatkan, satelit ROSAT sudah tidak melintas di atas Indonesia untuk tanggal 21 hingga 31 Oktober 2011 mendatang. Pada saat ini (Jumat 21 Oktober 2011), satelit ROSAT masih menempati orbit setinggi 192 x 199 km dengan posisi orbit terus bergeser ke arah barat. Prediksi lokasi jatuhnya satelit adalah di manapun di kawasan Afrika, Samudera Atlantik, Amerika maupun Samudera Pasifik.
Jejak lintasan (groundtrack) satelit ROSAT pada Jumat pagi 21 Oktober 2011. Dengan kecenderungan migrasi orbit ke barat, satelit ROSAT tak bakal melintas di atas Indonesia antara 21 hingga 31 Oktober 2011. Sumber : Heavens-Above.com, 2011
www.kafeastronomi.com