Dia adalah lyra sahabatku yang paling aku sayangi. Mungkin dulu hidupnya tak seberuntung kalian. Dia harus menderita kanker otak sejak ia masih kecil. Dan ia juga harus kehilangan ibunya yang tak pernah ia lihat. Dulu saat ibunya melahirkan lyra, dia meninggal karena pendarahan. Malang memang nasip lyra ini, dia tumbuh tanpa asuhan seorang ibu. Meski sebagian orang sekitarnya mengatakan dia beruntung karena terlahir dari keluarga kaya raya. Tapi menurutku itu tidak benar. Sekaya apapun seseorang hidup serasa tidak akan berarti saat tak ada sosok ibu di samping kita. Tapi tuhan masih berkehendak baik padanya. Lyra memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya.
Sepuluh tahun berjalan, dia hidup bahagia bersama ayahnya. Ayahnya berkeinginan untuk menikah lagi supaya ada yang mengurus lyra. Lyra senang sekali mendengar perkataan ayahnyanya itu. Lyra begitu senang akan memiliki seorang ibu. Ibu yang akan menyayanginya selalu. Dugaannya tak meleset ibunya sangat baik sekali saat ayahnya mengenalkan calon ibunya itu pada lyra. Lyra sudah tak sabar lagi untuk memeluk wanita itu sebagai ibunya. Beberapa bulan berlalu semua berjalan bahagia. Tapi sesuatu hal merusak kebahagiaan lyra. Dia melihat ibu tirinya memasukkan racun ke dalam minuman ayahnya. Tapi apa daya lyra tak dapat menolong ayahnya itu. Akhirnya dia harus kehilangan ayah yang paling dia sayangi. Sejak saat itu lyra sangat paham bahwa ibu yang dia banggakan memang tak sebaik yang dia inginkan. Mungkin baginya tak akan ada yang bisa menggantikan ibu kandungnya.
Hari terus berjalan, lyra bagaikan hidup seperti pembantu di rumahnya sendiri. Sebelumnya lyra tak pernah melakukan semua ini, karena memang kesehatannya sejak kecil cukup lemah dibandingkan anak seusianya. Tapi apa mau dikata dia harus melakukan semua ini, atau dia harus menerima siksaan dari ibu tirinya. Lyra tumbuh semakin dewasa. Tubuhnya semakin lemah dari waktu ke waktu. Sakit di kepalanya semakin menjadi.
Setiap malam lyra kabur dari rumah hanya untuk menemuiku, sahabatnya sejak kecil. Dia mencurahkan semua kekesalannya padaku. Aku sungguh tak kuasa saat mendengar ceritanya. Sempat terlintas bahwa tuhan sangat tidak adil padanya. Saat itu ku lihat lyra merintih kesakitan. Wajahnya mulai memucat. Aku membawanya ke rumah, aku minta tolong pada ayahku yang seorang dokter. Tapi entah apa yang terjadi ayahku tidak menyanggupi. Akhirnya kami membawa lyra ke rumah sakit. Dan hal mengejutkan terjadi, siapa sangka bahwa sejak dulu lyra menderita kanker otak. Oh tuhan cobaan apa lagi yang kau berikan padanya. Tidakkah cukup semua ini?
Ayahku mengambil alih asuhan lyra dari tangan ibu tirinya yang jahat itu. Akhirnya ayahku merawatnya. Sisa umurnya hanya berbaring di rumah sakit. Aku sebagai sahabatnya selalu memnemaninya. Dia selalu menangis. Entah apa yang dia pikirkan. Aku pun tak jarang ikut menangis bersamanya. Suatu hari dia berkata padaku, jika aku lulus SMA nanti aku harus menjadi dokter. Dan aku harus jadi dokter yang hebat. Jangan biarkan mereka yang senasip dengannya menjadi lebih sengsara. Aku tersenyum melihatnya.
Setahun berlalu aku telah lulus SMA dan aku berhasil sekolah di salah satu universitas di luar negeri. Aku mengambil jurusan kedokteran sama seperti yang dia mau. Sempat berat sebenarnya untuk mengambil keputusan ini. Tapi lyra selalu meyakinkanku bahwa pilihanku tak kan pernah salah. Tapi bukan itu yang aku pikirkan. Haruskah aku meninggalkan lyra sendiri di sini. Itu adalah hal yang berat bagiku. Tapi lyra menatapku dengan penuh harapan. Dan akirnya aku putuskan untuk berangkat.
Selama di luar negeri aku selalu menghubungi lyra untuk menanyakan keadaannya dan menyemangatinya. Aku selalu berpesan padanya untuk tidak meninggalkanku sebelum aku sukses. Dia hanya tertawa kecil saat aku berkata seperti itu. Aku selalu menangis mendengar tawa kecilnya itu. Aku terus berjuang di negeri orang.
Lima tahun berlalu aku berhasil mendapatan gelarku. Aku berhasil menjadi dokter seperti yang lyra mau. Dengan penuh senyum kebahagiaan aku kembali ke indonesia, berharap lyrapun akan bangga padaku. Saat aku turun dari pesawat aku berteriak “LYRA AKU BERHASIL”. Dari jauh ku lihat sosok ayahku dengan seorang wanita dia atas kursi roda bersamanya. Ya dia lyra. Air mataku tak tertahan lagi, aku menangis melihat keadaan lyra yang semakin tidak karuan. Oh tuhan ini sahabatku?? Terimakasih kau masih memberinya umur yang panjang. Aku berlari dan memeluk lyra sangat erat. Makasih lyra berkatmu aku jadi dokter. Wajahnya yang pucat masih sama seperti dulu. Tapi ada yang berbeda, di balik kerudungnya tak ada lagi rambut yang indah. Miris sekali aku melihat lyra saat itu.
Kemudian aku kembali ke rumah sakit supaya lyra bisa beristirahat. Pasti dia lelah telah menjemputku di bandara. Aku menemaninya seharian. Dia hanya menatapku tanpa berkata apapun. Aku juga bingung mau berkata apa, aku takut dia kecapekan jika dia aku ajak ngobrol. Lagi-lagi air mataku mengalir. Lyra melihatku menangis, dia langsung menghapus air mataku. Kugenggam erat tangan sahabatku itu. Dalam hatiku kuteguhkan sebuah keinginan. Aku ingin membuat lyra terlepas dari siksaannya selama ini. Lyra tersenyum padaku. Dia berkata “Kamu udah jadi seperti yang aku mau.. aku bangga sama kamu rion.. tetaplah jadi sahabat untukku rion.. Orion Putra Sanjaya.. jadilah seorang dokter yang hebat.. tapi maaf aku tak lagi bisa menemanimu.. aku akan selalu mendukungmu dari sana... aku sayang kamu rion..”katanya.
Setelah perkataanya itu matanya mulai tertutup. Aku hanya menatapnya. Air mataku mengalir lagi. Ku peluk tubuhnya yang sudah tak bernyawa itu. Aku sangat menyayangi sahabatku ini. Kenapa tuhan tak izinkan aku untuk membahagiakannya. Aku belum menjadi dokter untuknya. Aku belum menyembuhkannya. Kuingat lagi semua kata-katanya, dia ingin aku menjadi yang terbaik. Aku akan buktikan semua itu. Mungkin tuhan tak kan pernah tidak adil. Karena lyra akan lebih bahagia di sana daripada harus menderita di dunia ini. Aku tersenyum menatap wajanya. Kupeluk tubuhnya untuk pelukan sahabat yang terakhir.
Aku turut mengantarkannya ke tempat pembaringan terakhirnya. Aku menabur bunga untuknya dan berdoa untuknya. Sejak saat itu aku menjadi seorang dokter di sebuah rumah sakir besar di amerika. Ini semua berkat lyra sahabatku. Dan kini aku kembali mengunjungi sahabatku. Aku mengucapkan segala terima kasih di atas makamnya. Ku lihat dilangit wajah lyra yang begitu bahagia. Dan akupun melanjutkan hidupku demi dia. Dialah lyra sahabatku.